5 Buku Novel Memoar Ini Adaptasi dari Sejarah di Indonesia

generasi muda wajib baca sejarah.

5 Buku Novel Memoar Ini Adaptasi dari Sejarah di Indonesia

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Mengenal sejarah Indonesia tentu tidak bisa dari satu atau buku saja. Banyak penulis dan sastrawan di Indonesia yang menulis catatan sejarah dalam novel memoar di kemudian hari. Tentu hal ini dilakukan bukan tanpa alasan. Kala itu, banyak yang tidak tahu bahwa sebuah tulisan dapat mengancam nyawa seseorang. Oleh karena itu, tidak banyak penulis yang bisa menulis dengan leluasa dan bebas termasuk para kuli tinta atau pers.

Popbela.com merangkum lima buku novel memoar yang diadaptasi dari sejarah di Indonesia. Apa saja buku novel tersebut? Yuk simak ulasannya di sini.

1. Tiada Jalan Bertabur Bunga: Memoar Pulau Buru dalam Sketsa

referensi-buku-4-db5366809bf0b58915282ad1c67f9a5b.jpgmojokstore.com

Buku ini ditulis oleh Gregorius Soeharsojo Goenito, ia adalah seorang seniman yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur. Dikutip dari Instagram @penggiatbuku bahwa Gregorius adalah korban dari peristiwa 1965 yang membawanya dari penjara ke penjara hingga akhirnya ia diasingkan di Pulau Buru pada masa Orde Baru. Sepuluh tahun ia menjalani pengasingan sebagai tahanan politik di Buru pada 1969 – 1979. Ia mendapat siksaan dan mengalami kerja paksa kala itu pimpinan di bawah komando Badan Pelaksana Resettlement dan Rehabilitasi Pulau Buru atau Bapreru.

Kala di tengah situasi sulit, saat itulah bahan memoar tulisan dan sketsa ini lahir. Ia mengekspresikan memori, histori dan perenungannya sebagai tahanan politik yang sekaligus kemarahannya dan kepedihannya sekaligus menertawainya. “Aku tak ingin mengenang Pulau Buru sebagai kenangan pahit, nyatanya setiap jalan menuju cita-cita tak selalu indah,” ujar Gregorius.

2. Cerita dari Digul: Kisah Orang-orang Pengasingan Tanah Merah Digul

referensi1-30e00235774fb8d5130fcea957280d73.jpgikkibuku.com

Sebuah buku dengan tebal 320 halaman yang ditulis Pramoedya Ananta Toer menceritakan tentang kumpulan tulisan dari para eks-Digulis yakni 11 tokoh Sarekat Islam di Kalimantan Barat. Dikutip dari @penggiatbuku mereka (eks-digulis) dibuang menjadi tahanan politik semasa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Mereka menceritakan hal-hal yang sesungguhnya kala itu. Bagaimana buku ini mengupas tentang kisah suka dan duka mereka dalam mempertahankan hidup di tanah buangan Boven Digoel, Papua Barat.

Buku ini mendeskripsikan mulai dari kondisi wilayah Digul pada tahun 1927 – 1930an. Lalu kondisi masyarakat buangan, cerita kehidupan pribadi, hubungan dengan suku pedalaman dan kisah pelarian para tahanan. Ada lima kisah dan hanya satu kisah yang tidak menyebutkan nama pengarang, serta dua kisah saja yang menyertakan kapan waktu itu terjadi.

3. Kenangan Sebuah Perjalanan Seorang Wartawan : Tentang Tari, Teater, Rupa

referensi-buku-5-a2b3f69816027d6976e8be2b327d78af.jpgdlfrom.com

Buku karya Thomas Pudjo W. Perjalanannya sebagai wartawan kala itu. Dalam bukunya ia menulis seperti ini yang dikutip dari @berdikaribook,

“lembar lembar koran 
Aku tak pernah menutup lembar-lembar koran 
Karena di sanalah aku temukan parangai hidup

Sebagai narasi-narasi
Korang menjemput anganku untuk merenung
Sebenarnya siapakah aku ini???
Siapakah kau?? Siapakah kita??
Koran-koran terus memberi jawaban
Aku kau kita adalah koran koran yang terus memberi warta tentang wajah-wajah kita 
Adalah topeng yang tak pernah dibuka
Dan kitapun tenggelam dalam percumbuan yang terus menciptakan warta baru tentang peradaban yang terus teraniaya
Dan membuat kita seperti tak memiliki martabat lagi.”

Dari tulisan itu, Thomas ingin mengatakan bahwa ia mempertanyakan tentang eksistensi hadirnya media massa yakni koran melalui wartawan yang terus mencari-cari jawaban atas semua hal yang terjadi saat itu. Ada kegelisan, kerisauan dan perasaan lainnya yang Thomas hadirkan dalam buku tersebut.

4. Ketika Jurnalis Dibungkam, Sastra Harus Bicara

referensi-buku-2-1eb26f99b0572a3158166655a0ca0e4a.jpgtokopedia.com

Buku karya Seno Gumira ini  adalah bagian dari Trilogi Insiden. Dikutip dari laman bukupedia.com, Seno ingin mengungkapkan fakta yang terjadi seputar indiden Dili yang ditabukan media massa semasa orde baru. Karya Trilogi Insiden lainnya adalah Saksi Mata, Jazz, Parfum & Insiden. Trilogi Insiden ini sudah menjadi dokumen tentang bagaimana peran sastra yang tidak bisa menghindar untuk terlibat secara praktis dan konkret.

5. Menembus Badai

referensi-buku-3-6d5fd7d63bac303ed6a5fac6b829a79c.jpgbukalapak.com

Buku karya Wu Da Ying, Ph.D & Peilin Ngo, J.D menceritakan tentang pengembaraan seorang Tionghoa-Indonesia yang melintasi kondisi rasisme, kebangsaan dan sains. Dikutip dari Instagram @tiaramedia buku ini berkisah tentang pengembaraan hidupnya yang mungkin tidak terbayangkan oleh warga Tionghoa – Indonesia zaman sekarang.

Di sinilah Wu Da Ying sebagai penulis ingin membuktikan ketulusan dan kerekatannya pada ibu pertiwi, Indonesia. Ia ingin mengajak siapa saja yang memiliki sikap chauvinis atau kesetiaan ekstrim terhadap suatu pihak atau keyakinan tanpa mau mempertimbangkan pandangan alternatif untuk membuang cara pandang lama, tetapi menembus badai menuju hidup baru. Ini pula ditujukan kepada korban tahun 65 untuk bangkit menembus badai.

Itu dia 5 buku novel memoar yang di adaptasi dari sejarah Indonesia. Tentunya, sejarah Indonesia memiliki banyak kisah yang belum terungkap. Inilah tugas generasi muda untuk terus belajar memahami sejarah bangsanya sendiri. Ir Soekarno dalam pidatonya di hari ulang tahun 1966 mengatakan, “Jasmerah, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah.”

BACA JUGA: Spektakuler! 12 Novel Best Seller Ini akan Difilmkan di Tahun 2018

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here